Menu

Mode Gelap
KAJATI JABAR MENANDATANGANI PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA PT. PEGADAIAN KANWIL X BANDUNG DENGAN KEJATI JABAR LSM Triga Nusantara Desak Penindakan Dugaan Korupsi Rp18,9 Miliar di Tubuh BPKH: “Ini Pengkhianatan terhadap Dana Umat!” LSM Triga Nusantara Desak Penindakan Dugaan Korupsi Rp18,9 Miliar di Tubuh BPKH: “Ini Pengkhianatan terhadap Dana Umat!” “TIM PENYIDIK KEJATI JABAR TAHAN 4 TERSANGKA DUGAAN PERKARA TIPIKOR DANA HIBAH DARI PEMERINTAH KOTA BANDUNG KEPADA KWARTIR CABANG GERAKAN PRAMUKA KOTA BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2017, 2018 DAN 2020” LSM Trinusa Soroti Kenaikan Harta Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung Kekayaan Kepala Satker OP SDA 2 BBWS Naik 51%: LSM Trinusa Desak KPK Usut Aset Diduga Tak Wajar!

Edukasi

Menggugat Narasi Orde Baru: Antara Kekerasan Budaya dan Konspirasi Geopolitik

badge-check


					“Saat moralitas dibangun di atas kuburan massal dan diamankan melalui teror serta kebohongan, kehampaan moral tak syak lagi terjadi. Wijaya Herlambang dengan cemerlang menganalisa perkembangan historis dan dinamika diskursif dari kehampaan ini, menguak gagasan-gagasan yang membuat kebohongan tampak benar.”— Joshua Oppenheimer, sutradara film dokumenter The Act of Killing Perbesar

“Saat moralitas dibangun di atas kuburan massal dan diamankan melalui teror serta kebohongan, kehampaan moral tak syak lagi terjadi. Wijaya Herlambang dengan cemerlang menganalisa perkembangan historis dan dinamika diskursif dari kehampaan ini, menguak gagasan-gagasan yang membuat kebohongan tampak benar.”— Joshua Oppenheimer, sutradara film dokumenter The Act of Killing

Baru-baru ini, media arus utama diramaikan oleh laporan tentang dugaan keberadaan tiga markas rahasia CIA di Indonesia yang terkait dengan peristiwa pembunuhan massal pasca-1965. Isu ini semakin mempertegas bahwa sejarah kekerasan politik di Indonesia bukan hanya sekadar konflik internal, tetapi juga memiliki dimensi geopolitik yang lebih luas. Temuan ini sejalan dengan apa yang diungkap dalam buku Kekerasan Budaya Pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film karya Wijaya Herlambang.

Buku tersebut mengulas bagaimana rezim Orde Baru menggunakan film, sastra, dan berbagai produk budaya lainnya untuk membentuk narasi anti-komunis yang hingga kini masih berakar kuat dalam kesadaran publik. Melalui propaganda budaya yang sistematis, negara berhasil menciptakan stereotip terhadap kelompok yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), sehingga membenarkan tindakan kekerasan terhadap mereka. Dampaknya masih terasa hingga saat ini, di mana isu komunisme terus dijadikan alat politik untuk membungkam kritik terhadap negara.

Arsip pembunuhan JFK yang dirilis pemerintah AS berisi lokasi markas rahasia CIA di tiga kota Indonesia(National Archives AS)

Dalam konteks temuan terbaru tentang keterlibatan pihak asing dalam tragedi 1965, narasi yang dibangun oleh Orde Baru semakin dipertanyakan. Jika benar ada operasi intelijen asing yang turut serta dalam peristiwa tersebut, maka hal ini membuktikan bahwa pembentukan opini anti-komunis bukanlah murni dari dinamika politik domestik, melainkan bagian dari skenario global yang lebih besar. Selama puluhan tahun, masyarakat Indonesia telah disuguhi sejarah yang direkayasa, di mana aspek intervensi asing dihapus atau diminimalkan dalam wacana resmi.

Presiden John F Kennedy (paling kanan) bersama istrinya, Jacqueline Kennedy dan Wakil Presiden Lyndon Johnson di inauguration ball di Mayflower Hotel, Washington DC, AS pascapelantikan, 20 Januri 1961.(AFP)

Kini, dengan semakin banyaknya dokumen dan kesaksian yang terungkap, sudah saatnya publik membuka mata terhadap sejarah yang lebih objektif. Menggugat narasi yang diwariskan Orde Baru bukan berarti membenarkan komunisme, melainkan sebuah upaya untuk melawan manipulasi sejarah yang telah menghambat kebebasan berpikir dan berekspresi di Indonesia.

Apakah kita masih akan terus membiarkan diri dibodohi oleh warisan propaganda masa lalu? Ataukah kita siap untuk menerima sejarah dengan segala kompleksitasnya, tanpa intervensi kepentingan politik dan ideologi? Pertanyaan ini harus dijawab oleh kita semua, demi masa depan Indonesia yang lebih jujur dalam memahami sejarahnya sendiri

Sudut Pandang Pembaca pada buku : Kekerasan Budaya Pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Filmu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Mandor Baya “BOS Bukan Ladang Bisnis, Sekolah Bermasalah Harus Dievaluasi dan Dicoret!”

22 April 2025 - 09:02 WIB

Selingkuh dan Korupsi, Dua Wajah Pengkhianatan yang Sering Beriringan

29 Maret 2025 - 17:21 WIB

Heboh! Ridwan Kamil Diduga Selingkuh Dengan Lisa Mariana, Bukti Chatt Hingga VC Terbongkar

Kebangkitan dan Kejatuhan Samurai, Sebuah Siklus Kekuasaan dalam Sejarah

28 Maret 2025 - 21:30 WIB

The Rise of the Samurai – AGSA, Art Gallery of South Australia, diakses pada 28 Maret 2025

Membongkar Dugaan Kerugian Negara: Pertamina Rp 1 Kuadriliun, PT Antam Rp 5,9 Kuadriliun – Apa yang Sebenarnya Terjadi?

28 Maret 2025 - 21:09 WIB

Islam, Revolusi, dan Semangat Berbagi di Bulan Ramadan

25 Maret 2025 - 15:49 WIB

Buku ini membahas berbagai pemikiran Tan Malaka dalam hal filsafat politik dan konsep pemikirannya yang terkenal, yakni Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika). 
Trending di Bedah Buku