Menu

Mode Gelap
KAJATI JABAR MENANDATANGANI PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA PT. PEGADAIAN KANWIL X BANDUNG DENGAN KEJATI JABAR LSM Triga Nusantara Desak Penindakan Dugaan Korupsi Rp18,9 Miliar di Tubuh BPKH: “Ini Pengkhianatan terhadap Dana Umat!” LSM Triga Nusantara Desak Penindakan Dugaan Korupsi Rp18,9 Miliar di Tubuh BPKH: “Ini Pengkhianatan terhadap Dana Umat!” “TIM PENYIDIK KEJATI JABAR TAHAN 4 TERSANGKA DUGAAN PERKARA TIPIKOR DANA HIBAH DARI PEMERINTAH KOTA BANDUNG KEPADA KWARTIR CABANG GERAKAN PRAMUKA KOTA BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2017, 2018 DAN 2020” LSM Trinusa Soroti Kenaikan Harta Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung Kekayaan Kepala Satker OP SDA 2 BBWS Naik 51%: LSM Trinusa Desak KPK Usut Aset Diduga Tak Wajar!

Edukasi

Kebangkitan dan Kejatuhan Samurai, Sebuah Siklus Kekuasaan dalam Sejarah

badge-check


					The Rise of the Samurai – AGSA, Art Gallery of South Australia, diakses pada 28 Maret 2025 Perbesar

The Rise of the Samurai – AGSA, Art Gallery of South Australia, diakses pada 28 Maret 2025

Dalam sejarah Jepang, kebangkitan kelas samurai sering kali dipandang sebagai peralihan dari sistem aristokrasi istana menuju pemerintahan berbasis militer. Namun, jika ditelaah melalui perspektif Neo-historisisme, munculnya samurai bukan hanya hasil dari melemahnya kekuasaan pusat, melainkan juga akibat dari transformasi struktural dalam tatanan sosial dan ekonomi Jepang.

Pada periode Heian, sistem shōen—pengalihan kekuasaan ekonomi ke pemilik tanah—mendorong lahirnya pasukan swasta untuk menjaga keamanan daerah. Klan-klen besar seperti Taira dan Minamoto bertarung untuk menguasai Jepang dalam Perang Genpei (1180–1185), yang berakhir dengan kemenangan Minamoto no Yoritomo. Hal ini melahirkan Keshogunan Kamakura, sebuah bentuk pemerintahan militer yang menandai pergeseran kekuasaan dari istana ke tangan para samurai.

Dalam konteks Neohistorian, kebangkitan samurai bisa dilihat sebagai pergeseran otoritas dari legitimasi berbasis nasab menuju meritokrasi berbasis keahlian dan loyalitas. Samurai bukan hanya prajurit, tetapi juga administrator yang menerapkan kode etik bushido, yang menekankan kehormatan, kesetiaan, dan disiplin diri. Namun, di balik glorifikasinya, kode etik ini juga berfungsi sebagai alat kontrol bagi penguasa agar para samurai tetap tunduk pada sistem yang mereka bangun.

Namun, seperti semua struktur kekuasaan dalam sejarah, dominasi kelas militer tidak bertahan selamanya. Seiring waktu, keshogunan melemah akibat korupsi, isolasi politik, serta perubahan sosial dan ekonomi yang semakin menuntut modernisasi. Puncaknya terjadi pada Restorasi Meiji (1868), di mana kekuasaan Kaisar dikembalikan, dan kelas samurai secara bertahap dihapuskan melalui reformasi besar-besaran. Jepang beralih menuju sistem yang lebih modern, berbasis industrialisasi dan birokrasi profesional, meninggalkan sistem feodal yang bertumpu pada kekuatan pedang.

Ironisnya, para samurai yang dahulu menggulingkan aristokrasi istana justru mengalami nasib serupa ketika kekuasaan berpindah ke tangan teknokrat dan industrialis. Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan yang dominan dalam suatu era selalu membawa benih kehancurannya sendiri. Jika kita melihat dinamika ini dalam konteks modern, muncul pertanyaan menarik:

➡ Apakah dominasi kekuatan militer atau kelompok tertentu dalam pemerintahan selalu berujung pada kejatuhan mereka sendiri? ➡ Apakah kita sedang melihat siklus yang sama dalam berbagai bentuk kekuasaan di era kontemporer?

Neo-historisisme mengajarkan bahwa sejarah bukanlah garis lurus, melainkan spiral dialektika yang terus berulang dalam bentuk berbeda. Dengan memahami pola ini, kita dapat belajar dari masa lalu untuk membaca tanda-tanda perubahan dalam dinamika kekuasaan saat ini. Sebagaimana para samurai yang tak menyadari bahwa sistem yang mereka bangun akan meruntuhkan mereka sendiri, mungkinkah kita juga sedang berada di ambang perubahan besar tanpa menyadarinya?

Sebagai refleksi, mari kita bertanya: Apakah kita ingin menjadi bagian dari sejarah yang sekadar mengulang pola lama, atau justru menciptakan paradigma baru yang lebih adaptif dan berkelanjutan?

Referensi:

The Rise of the Samurai – AGSA, Art Gallery of South Australia, diakses pada 28 Maret 2025;

The Genpei War: A Timeline | Nippon, diakses pada 28 Maret 2025.

#memeSejarah #Sejarah #Jepang #SejarahJepang #samurai

(Rumah Besar LSM Triga Nusantara Indonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Mandor Baya “BOS Bukan Ladang Bisnis, Sekolah Bermasalah Harus Dievaluasi dan Dicoret!”

22 April 2025 - 09:02 WIB

Selingkuh dan Korupsi, Dua Wajah Pengkhianatan yang Sering Beriringan

29 Maret 2025 - 17:21 WIB

Heboh! Ridwan Kamil Diduga Selingkuh Dengan Lisa Mariana, Bukti Chatt Hingga VC Terbongkar

Membongkar Dugaan Kerugian Negara: Pertamina Rp 1 Kuadriliun, PT Antam Rp 5,9 Kuadriliun – Apa yang Sebenarnya Terjadi?

28 Maret 2025 - 21:09 WIB

Islam, Revolusi, dan Semangat Berbagi di Bulan Ramadan

25 Maret 2025 - 15:49 WIB

Buku ini membahas berbagai pemikiran Tan Malaka dalam hal filsafat politik dan konsep pemikirannya yang terkenal, yakni Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika). 

Menggugat Narasi Orde Baru: Antara Kekerasan Budaya dan Konspirasi Geopolitik

22 Maret 2025 - 06:57 WIB

“Saat moralitas dibangun di atas kuburan massal dan diamankan melalui teror serta kebohongan, kehampaan moral tak syak lagi terjadi. Wijaya Herlambang dengan cemerlang menganalisa perkembangan historis dan dinamika diskursif dari kehampaan ini, menguak gagasan-gagasan yang membuat kebohongan tampak benar.”— Joshua Oppenheimer, sutradara film dokumenter The Act of Killing
Trending di Bedah Buku