Menu

Mode Gelap
Aroma Busuk di Balik Sajian Mewah: Restoran Ghayo Diduga Injak Hak Karyawan LSM Triga Nusantara DPC Bulu Kumba Apresiasi Inisiatif Desa Bololohe Gelar Sosialisasi Kesehatan Ruas Jalan Cikunir Diremajakan. “Pengguna Jalan Siap Nikmati Manfaatnya” LSM Trinusa Jatim: Aspirasi Warga Penting, Tapi Menurunkan Gubernur Bukan Solusi MEMPERINGATI HARI LAHIR KEJAKSAAN KE-80 KAJATI JABAR MELAKUKAN PENANAMAN POHON DI JAYAGIRI CIKOLE LSM Trinusa DPD Lampung Cium Aroma Korupsi Realisasi Anggaran 2024 dan Dugaan Pungli PTSL di Tulang Bawang

Opini

Menajamkan Keadilan, Bukan Sekadar Retorika

badge-check


					Menajamkan Keadilan, Bukan Sekadar Retorika Perbesar

Sejenak melipir dari hingar bingar kasus korupsi yang bikin pekak gendang telinga karena nggak habis-habis.

Yang ada, kewenangan Kejaksaan untuk menangani masalah korupsi malah mau diamputasi. Ada yang tahu apa maunya para pembuat regulasi di negeri ini?

Oiaa ada wacana baru yang bikin dahi berkerut. Kewenangan Kejaksaan dalam menangani korupsi kabarnya mau dipangkas. Serius? Bukannya justru saat ini kita butuh penegakan hukum yang lebih tegas?

Ah, sudahlah. Kita lihat saja bagaimana dinamika pembahasan RUU di Senayan nanti. Yang jelas, Sobat Trinusa tetap mengawal agar hukum tidak dikangkangi kepentingan segelintir elite.

Tapi kali ini, mari kita bicara tentang keadilan—sebuah kata yang sering didengar tapi kadang sulit dirasakan.

Pernah dengar ungkapan “hukum tajam ke atas, tumpul ke bawah”? Ungkapan ini sudah jadi semacam kutukan dalam sistem peradilan kita. Tapi belakangan, ada perubahan pola. Di era Jaksa Agung ST Burhanuddin, pendekatan hukum mulai bergeser menjadi “tajam ke atas, humanis ke bawah.”

Apa maksudnya? Inilah yang disebut dengan restoratif justice (RJ), sebuah pendekatan yang mengedepankan keadilan bermakna, bukan sekadar menghitung hukuman.

Bukan omong kosong, RJ benar-benar diterapkan. Baru-baru ini (18/3/2025), Kejaksaan menyetujui 12 permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme ini. Salah satunya adalah kasus penggelapan motor di Kalimantan Utara yang melibatkan terdakwa Thomas Gildus Feka alias Tomi, korban Margareta binti Atong, dan Alpius anak Mulung (alm).

Kasusnya sederhana: Tomi, seorang karyawan bengkel, meminjam motor milik Alpius untuk mengantar teman, tapi motor itu malah dipakai ke sana-sini dan tidak segera dikembalikan.

Secara hukum, ini jelas bisa berlanjut ke pengadilan. Tapi apa untungnya? Apakah keadilan benar-benar tercapai dengan menghukum Tomi?

Melalui RJ, Kejaksaan memfasilitasi penyelesaian: Tomi mengakui kesalahannya, meminta maaf, dan korban pun berbesar hati memaafkan. Semua pihak sepakat bahwa proses hukum tidak perlu dilanjutkan.

Dan begitulah seharusnya hukum bekerja. Keadilan bukan hanya soal menghukum, tapi juga soal memulihkan. RJ bukan berarti meloloskan pelaku dari tanggung jawab, melainkan memberikan ruang bagi penyelesaian yang lebih manusiawi, lebih bermakna.

Tapi ingat, RJ bukan untuk semua kasus. Ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Tidak semua pelanggaran bisa selesai dengan salaman dan kata maaf. Namun, di saat yang tepat, RJ bisa menjadi jembatan bagi hukum yang lebih adil dan lebih berpihak pada rasa keadilan masyarakat.

Panji Ilham Haqiqi

Sumber Link : https://www.kejaksaan.go.id/index.php/conference/news/4426/

#RestoratifJustice #KeadilanUntukSemua

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Aroma Busuk di Balik Sajian Mewah: Restoran Ghayo Diduga Injak Hak Karyawan

27 Agustus 2025 - 19:02 WIB

LSM Triga Nusantara DPC Bulu Kumba Apresiasi Inisiatif Desa Bololohe Gelar Sosialisasi Kesehatan

27 Agustus 2025 - 05:16 WIB

Ruas Jalan Cikunir Diremajakan. “Pengguna Jalan Siap Nikmati Manfaatnya”

24 Agustus 2025 - 00:24 WIB

LSM Trinusa Jatim: Aspirasi Warga Penting, Tapi Menurunkan Gubernur Bukan Solusi

23 Agustus 2025 - 04:41 WIB

MEMPERINGATI HARI LAHIR KEJAKSAAN KE-80 KAJATI JABAR MELAKUKAN PENANAMAN POHON DI JAYAGIRI CIKOLE

22 Agustus 2025 - 11:09 WIB

Trending di Headline