Ketika Kejaksaan semakin gencar membongkar kasus korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah, tiba-tiba muncul revisi RUU KUHAP yang menghapus kewenangan penyidikan dari tangan Jaksa. Ini bukan sekadar perubahan teknis dalam perundang-undangan, tetapi sebuah ancaman serius terhadap sistem penegakan hukum kita.
Dalam draf RUU KUHAP yang beredar, Pasal 6 menyebutkan bahwa penyidik hanya terdiri dari Polri, KPK, dan penyidik tertentu. Kejaksaan, yang selama ini menjadi ujung tombak dalam penyidikan kasus-kasus besar, tiba-tiba lenyap dari daftar. Ini bukan sekadar kelalaian penyusun undang-undang, melainkan sinyal kuat adanya upaya pelemahan institusi Kejaksaan.

Siapa yang Diuntungkan?
Sulit untuk tidak mencurigai bahwa revisi ini menguntungkan segelintir pihak yang selama ini gerah dengan sepak terjang Kejaksaan. Kita telah melihat bagaimana institusi ini berhasil menyeret aktor-aktor kelas kakap ke meja hijau—dari pejabat negara, mafia proyek, hingga korporasi besar yang mengeruk uang rakyat. Keberhasilan ini tentu saja membuat banyak pihak merasa terancam.
Dengan dihilangkannya fungsi penyidikan Kejaksaan, kasus-kasus besar akan sepenuhnya bergantung pada Polri dan KPK. Namun, kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa KPK telah mengalami pelemahan signifikan pasca revisi UU KPK pada 2019. Sementara itu, Polri memiliki tantangan tersendiri dalam menangani kasus-kasus korupsi yang melibatkan elite politik dan pejabat tinggi.
Kemunduran Penegakan Hukum
Jika revisi ini disahkan, kita berhadapan dengan kemunduran dalam penegakan hukum. Koruptor akan semakin leluasa, penegak hukum yang kritis akan dibungkam, dan impunitas bisa semakin menjadi-jadi. Ini bukan sekadar polemik hukum, tetapi ancaman nyata terhadap masa depan negeri ini.
Pertanyaannya, apakah kita akan diam saja melihat penegakan hukum dikendalikan oleh kepentingan segelintir elite? Jika Kejaksaan benar-benar kehilangan kewenangan penyidikannya, siapa lagi yang akan berani membongkar skandal korupsi berskala besar?
Pelemahan Kejaksaan bukan sekadar pergeseran kewenangan—ini adalah langkah mundur yang bisa menghancurkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia. Jika revisi ini dibiarkan lolos tanpa perlawanan, bukan tidak mungkin negeri ini akan kembali ke era di mana hukum tunduk pada kekuasaan, bukan keadilan.
Oleh, Panji Ilham Haqiqi
Sekertaris Jenderal LSM Triga Nusantara Indonesia
- Draf RUU KUHAP Sebut Jaksa Tak Bisa Usut Korupsi, DPR Beri Penjelasan
Artikel ini membahas ketentuan dalam Pasal 6 draf RUU KUHAP yang mengatur kategori penyidik, di mana fungsi penyidik hanya merujuk pada Polri, KPK, serta penyidik tertentu, sementara institusi Kejaksaan tidak disebutkan. Sumber Link - Di Draf RUU KUHAP Jaksa Hanya Jadi Penyidik HAM, Bagaimana dengan Kasus Korupsi?
Artikel ini menyoroti bahwa dalam draf RUU KUHAP, jaksa hanya menjadi penyidik untuk kasus pelanggaran HAM berat, dan tidak disebutkan sebagai penyidik untuk kasus korupsi. Sumber Link - Revisi KUHAP, Tugas Penyidik Sebaiknya Tetap di Kepolisian
Artikel ini membahas pandangan bahwa tugas penyidik sebaiknya tetap di Kepolisian, sementara Kejaksaan tetap pada kewenangannya menjalankan penuntutan dan eksekusi atas putusan pengadilan.sumber link - Jaksa Hanya Jadi Penyidik HAM di Draf RUU KUHAP, Anggota DPR: Belum Final
- Artikel ini mengangkat pernyataan anggota DPR yang menegaskan bahwa draf RUU KUHAP tersebut belum final dan masih terbuka untuk didiskusikan dan diperdebatkan Sumber Link