Bandar Lampung, MEDIATRINUSA LAMPUNG–– Melalui Faqih Fakhrozi, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Trinusa, menyoroti laporan harta kekayaan Eka Afriana, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung. Dalam analisis Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diunggah di situs e-LHKPN KPK, ditemukan sejumlah kejanggalan yang mengindikasikan potensi penyembunyian aset, manipulasi nilai harta, dan dugaan prakBerdasarkan laporan tahun 2022 dan 2023, total kekayaan Eka Afriana mengalami kenaikan sebesar Rp61.480.227 atau 0,15%.
Meski terlihat kecil, Faqih Fakhrozi menilai angka ini patut diwaspadai karena terdapat mutasi mencurigakan dalam kepemilikan tanah, bangunan, dan alat transportasi. Pada LHKPN tahun 2022, Eka Afriana melaporkan kepemilikan tanah dan bangunan sebesar Rp40,420 miliar, yang kemudian meningkat menjadi Rp40,450 miliar pada 2023. Namun, perubahan dalam kepemilikan aset menunjukkan adanya perpindahan nilai yang tidak transparan:

1. **Tanah dan bangunan senilai Rp40,150 miliar** yang sebelumnya dilaporkan sebagai warisan tiba-tiba menghilang dari daftar aset, lalu muncul kembali di tahun berikutnya dengan nilai yang sama.
2. **Tanah dan bangunan senilai Rp270 juta** yang sebelumnya dikategorikan sebagai hasil sendiri tiba-tiba hilang, lalu muncul kembali dengan nilai yang naik menjadi Rp300 juta.
“Mutasi ini menimbulkan dugaan adanya upaya menyamarkan asal-usul harta kekayaan agar lolos dari audit atau pemeriksaan,” tegas Faqih
Tak hanya itu, dalam laporan kendaraan, ditemukan pola serupa: – Mobil Honda CR-V dan Honda Mobilio yang sebelumnya dilaporkan dengan nilai total Rp470 juta, sempat dihapus dari daftar harta, lalu muncul kembali di tahun berikutnya dengan nilai Rp450 juta. – “Mengapa aset-aset ini dihapus dan dimasukkan kembali tanpa penjelasan yang logis? Ini patut dicurigai sebagai bentuk pencucian aset atau penyembunyian harta,” tambah Faqih.
Laporan juga mencatat adanya peningkatan kas dan setara kas sebesar 30,83% dalam satu tahun, dari Rp120,2 juta menjadi Rp157,3 juta. Pertanyaannya, dari mana tambahan uang ini berasal? Dengan gaji sebagai Kepala Dinas yang memiliki batasan tertentu, peningkatan saldo kas sebesar Rp37 juta dalam satu tahun tanpa sumber pemasukan yang jelas bisa mengindikasikan adanya penerimaan gratifikasi atau dana yang tidak dilaporkan secara resmi.
Faqih Fakhrozi mengingatkan, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, praktik penyembunyian atau penyamaran aset bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang yang memiliki ancaman hukuman berat.
Selain itu, sesuai dengan Pasal 5 UU Tipikor, setiap pejabat yang menerima gratifikasi dan tidak melaporkannya kepada KPK dapat dihukum dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta.
Dengan adanya indikasi kejanggalan dalam laporan harta kekayaan ini, Faqih Fakhrozi mendesak KPK dan Inspektorat Daerah Bandar Lampung untuk segera melakukan audit forensik atas sumber kekayaan Eka Afriana.
“Jika terbukti ada penyimpangan, maka harus ada tindakan tegas agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk bagi pejabat lainnya,” tegasnya.
Faqih juga mengajak masyarakat dan aktivis antikorupsi di Bandar Lampung untuk terus mengawal kasus ini, menuntut transparansi, serta mendesak KPK melakukan investigasi mendalam. “Jangan sampai praktik korupsi di sektor pendidikan dibiarkan merajalela. Dampaknya akan sangat besar bagi generasi mendatang,” pungkas Faqih Fakhrozi.